SENYAWA FLAVONOID
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar senyawa organik bahan alam adalah senyawa-senyawa aromatic. Senyawa-senyawa ini tersebar luas sebagai zat warna alam yang menyebabkan warna pada bunga, kayu pohon tropis, bermacam-macam kapang dan lumut termasuk zat alizarin.
Senyawa aromatik ini mengandung cincin karboaromatik yaitu cincin aromatic yang hanya terdiri dari atom karbon seperti benzene, naftalen dan antrasen. Cincin karboaromatik ini biasanya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus hidroksil atau gugus lainnya yang ekivalen ditinjau dari biogenetiknya. Oleh karena itu senyawa bahan alam aromatic ini sering disebut sebagai senyawa-senyawa fenol walaupun sebagian diantaranya bersifat netral karena tidak mengandung gugus fenol dalam keadaan bebas.
Dalam makalah ini akan diuraikan tentang sejarah flavonoid, macam-macam flavonoid dari yang sederhana sampai ke senyawa kompleks flavonoid, gugus fungsi yang terdapat pada flavonoid, sintesis dan isolasi flavonoid, sifat-sifat flavonoid, serta tumbuhan-tumbuhan yang mengandung flavonoid.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana sejarah senyawa flavonoid itu dan klasifikasinya?
2. Bagaimanakah sifat-sifat kimia dan fisika dari flavonoid dibandingkan dengan golongan terpen?
3. Gugus fungsi apa yang terdapat pada flavonoid?
4. Pada tumbuhan apa sajakah flavonoid berada?
5. Bagaimana cara isolasi dan identifikasi dari senyawa flavonoid?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah dari senyawa flavonoid dan klasifikasinya.
2. Untuk mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika dari senyawa flavonoid dan membandingkannya dengan terpen.
3. Untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang terdapat pada flavonoid
4. Untuk mengetahui tumbuh-tumbuhan yang mengandung flavonoid.
5. Untuk mengetahui isolasi dan identifikasi dari senyawa flavonoid.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa, untuk menambah wawasan dan sebagai bahan pelajaran untuk dapat mendeskripsikan senyawa flavonoid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Senyawa Flavonoid
Ilmu kimia senyawa-senyawa fenol yang ditemukan di alam mengalami kemajuan yang pesat setelah Kekule berhasil menetapkan struktur cincin aromatic. Bahkan, struktur dari beberapa senyawa fenol telah dapat ditetapkan sejak abad ke-19. Oleh karena itu, ilmu kimia senyawa-senyawa fenol kadang-kadang dianggap sudah usang. Akan tetapi topic-topik yang menarik mengenai senyawa-senyawa itu terus menerus muncul dengan adanya penemuan-penemuan baru. Dengan demikian, senyawa-senyawa fenol dapat dianggap sebagai cabang dari ilmu kimia bahan alam yang terus berkembang.
Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic senyawa-senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida.
Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi „alat komunikasi‟ (molecular messenger} dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).
B. Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran biologi yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga), khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Flavonoid merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6) yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin aromatis. Substitusi gugus kimia pada flavonoid umum- nya berupa hidroksilasi, metoksilasi, metilasi dan glikosilasi. Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang mengklasifikasikan flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon. Lebih dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer, dan polimer.
Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3 diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa cirri struktur yaitu: cincin A dari struktur flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu pada posisi 2,4 dan 6. Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta aau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosiklik dalam senyawa trisiklis.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantaipropana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida, yaitu:
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai berikut:
a. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin.
Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari bunga.
Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator asam-basa.
Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning.
Dalam pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah, daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH. Ekstraksi hampir segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan, paling baik diisolasi hanya dengan merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana atau eter selama beberapa menit.
Stabilitas Antosianin
Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna.
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus dilakukan penyesuaian larutan buffer.
Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).
b. Flavonol
flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7 –tri-hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’ heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A) adalah turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol yang paling lazim yaitu kaempferol dan quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi flavon, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada umumnya terdistribusi melalui tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus Melicope mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung nobiletin, tangeretin dan 3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon.
Struktur flavonol
Flavonol Alam
c. Flavonon
d. Khalkon
polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil, dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi.
Struktur khalkon
Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.
e. Auron (Cincin A –COCO CH2 – Cincin B)
Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut :
e. Dihidroflavonol
f. Dihidrokhalkon
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang penting yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia memiliki kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes.
Phlorizin merupakan β-D-glukosida phloretin. Phloretin mudah terurai oleh alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam p-hidroksihidrosinamat. Jika glukosida phlorizin dipecah dengan alkali dengan cara yang sama, maka ternyata sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-O-glukosida.
g. Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati; oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6 dihidroksiflavon (persamaan 1). Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi (persamaan 2).
Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
Flavon alam
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut. Meskipun isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya.
Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara lain:
1. Anti-inflamasi
Mekanisme anti-inflamasi terjadi melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas „radical scavenging’ suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain.
2. Anti-tumor/Anti-kanker
Senyawa isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genistein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan salah satu komponen yang banyak terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh genistein, melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin; (2) penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II; (3) penghambatan regulasi siklus sel; (4) sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap senyawa radikal bebas; (5) sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha atau TGFβ). Mekanisme tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5μM.
3. Anti-virus
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus berlangsung.
4. Anti-allergi
Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel „mast‟, yaitu sel yang mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin; (2) penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3‟,5‟ siklik monofast fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca; (3) berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.
5. Penyakit kardiovaskuler
Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek berlainan. Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon (Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh darah (konsentrasi 5μg/ml) dan juga berpotensi menghambat, pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada pembuluh darah. Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon.
6. Estrogen dan Osteoporosis
Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehingga menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi dalam sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan reseptor estrogen (ERs) yang dapat “on/off” di bawah kendali gen pada kromosom yang disebut _-ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang, dan empedu responsif terhadap _-ER tersebut. Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan _-ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan β-ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol. Dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.
7. Anti kolesterol
Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada hewan percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tepung kedelai sebagai perlakuan, menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol.
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin
Penggolongan Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatan
1. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini nenyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa disamping galaktosa, ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan galakturonat. Disakarida juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa, rutinosa dan lain-lain.
2. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.
3. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada OH fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai ekologi dengan habitat air.
4. Biflavonoid
Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G. biloba berupa senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-masing flavon. Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas. Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavanoid.
Gambar di atas menunjukkan struktur dasar fenol, flavanoid dan biflavanoid. Sistem cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis dinamai cincin B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan angka Romawi I dan II. Posisi angka pada masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen, posisi ke-9 dan ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan
Senyawa biflavonóid berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus, pelindung terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti hipertensi, anti pembekuan darah, dan mempengaruhi metabolisme enzim. Sebagian besar peran di atas dapat dipenuhi oleh berbagai senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies Selaginella.
Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid merupakan flavonoid dimer yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan, Gimnospermae, Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi sebagai bahan obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid banyak dihasilkan dari daun Ginkgo biloba L. dengan kandungan utama ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak dihasilkan dari biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di Eropa biflavonoid banyak dihasilkan dari herba Hypericum perforatum L. dengan kandungan utama amentoflavon. Selaginella Pal. Beauv. (Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai sumber biflavonoid. Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis biflavonoid, tergantung spesiesnya, serta memiliki sebaran yang bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan hampir di seluruh permukaan bumi.
C. Biosintesa flavonoid
Pola biosintesa pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu: pada tahap-tahap pertama biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.
Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propane berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jenis biosintesa utama untuk cincin aromatic yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propane dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil dan sebagainya.
Jalur sintesis flavonoid bermula dari produk glikolisis yaitu fosfoenol piruvat. Selanjutnya, produk tersebut akan memasuki alur shikimat untuk menghasilkan fenilalanin sebagai materi awal untuk alur metabolic fenil propanoid. Alur tersebut akan menghasilkan 4-coumaryl-coA, yang akan bergabung dengan malonyl-coA untuk menghasilkan struktur sejati flavonoid. Flavonoid yang pertama kali terbentuk pada biosintesis ini disebut khalkon. Bentuk lain diturunkan dari khalkon melalui berbagai alur dan rangkaian proses enzimatik, seperti:flavanol, flavan-3-ols, proantosianidin(tannin).
D. Identifikasi flavonoid
Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.
Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton.
Flavonoid nerupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang beraneka ragam, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur biosintesis flavonoid dimulai dari pertemuan alur asetat malonat dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon ini diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur antar ubah posisi, dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain. Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder dihidrokalkon, flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk peterokarpon dan rotenoid) dan dehidroflavonol (penurunan selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) .
Dari bentuk-bentuk sekunder tersebut akan terjadi nodifikasi lebih lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan / pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil
E. Senyawa Flavonoid Pada Tumbuhan
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit catatan yang melaporkan flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap kupu-kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut, Penyebaran flavonoid terbatas pada golongan tumbuhan dengan tingkat biovita atau yang lebih tinggi, golongan tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang asal-usulnya lebih baru dibanding golongan tumbuhan yang tidak mengandung flavonoid (500 - 3000 juta tahun), segi penting dari penyebaran flavonoid ini adalah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara takson berkaitan akan menghasilkan jenis flavonoid yang serupa.
Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid banyak terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku leguminosae.
Pada tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda mengandung senyawa flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon, C-Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.
F. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi(gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.
Pemisahan senyawa golongan flavonoid berdasarkan sifat kelarutan dalam berbagai macam pelarut dengan polaritas yang meningkat adalah sebagai berikut :
1. Flavonoid bebas dan aglikon,dalam eter .
2. O-Glikosida,dalam etil asetat.
3. C-Glikosida dan leukoantosianin dalam
butanol dan amil alkohoI.
Oleh karena itu banyak keuntungan ekstraksi dengan polaritas yang meningkat.
G. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid
1. Isolasi Dengan metanol
Terhadap bahan yang telah dihaluskan, ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1) dilanjutkan dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam. Penyaringan dengan corong buchner, lalu kedua ekstrak disatukan dan diuapkan hingga 1/3 volume mula-muIa, atau sampai semua metanol menguap dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksan atau kloroform (daIam corong pisah) dapat dibebaskan dari senyawa yang kepolarannya rendah, seperti lemak, terpen, klorofil, santifil dan lain-lain .
2. Isolasi Dengan Charaux Paris
Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol,lalu diuapkan sampai kental dan ekstrak kental ditambah air panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer lalu ditambah eter, lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan sampai kering yang kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil pemisahan ditambah lagi pelarut etil. asetat diuapkan sampai kering yang kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida. Fase air ditambah lagi pelarut n - butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan pemisahan dari kedua fase tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan ekstrak n - butanol yang kering, mengandung flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan leukoantosianin. Dari ketiga fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari komponen yang ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi koLom. Metode ini sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid dalam tanaman karena dapat dilakukan pemisahan flavonoid berdasarkan sifat kepolarannya.
3. Isolasi dengan beberapa pelarut.
Serbuk kering diekstraksi dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etano lpekat dilarutkan dalam air lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol, sehingga dengan demikian didapat tiga fraksi yaitu fraksi kloroform, butanol dan dietil eter.
ldentifikasi Dengan Reaksi warna
1. Uji WILSTATER
Uji ini untuk mengetahui senyawa yang mempunyai inti δ benzopiron. Warna-warna yang dihasilkan dengan reaksi Wilstater adalah sebagai berikut:
- Jingga Daerah untuk golongan flavon.
- Merah krimson untuk golongan fLavonol.
- Merah tua untuk golongan flavonon.
2. Uji BATE SMITH MATECALVE
Reaksi warna ini digunakan untuk menuniukkan adanya senyawa leukoantosianin, reaksi positif jika terjadi warna merah yang intensif atau warna ungu.
BAB III
PENUTUP
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-C6. susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid yaitu :
a. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
b. Isoflavonoid atau 1,2- diarilpropana
c. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta.
Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosikllis dalam senyawa trisiklis.
Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
Pola biosintesis pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu : pada tahap tahap pertama biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2).kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan. Cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasidari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jenis biosintes utamadari cincin aromatik yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propana dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti pada ikatan rangkap, gugus hidroksi, gugus karbonil, dan sebagainya.
Sebagai besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada sutatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatanmelalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alkohol kepada aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding dan alkohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan gentiobiosa sehingga glikosida tersebut masing-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.
Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti eter, benzen, kloroform dan aseton.
Antioksidan alami terdapat dalam bagian daun, buah, akar, batang dan biji dari tumbuh-tumbuhan obat. Bagian tersebut umumnya mengandung senyawa fenol dan polifenol. Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri, antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan makanan, selain itu senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA akibat adanya senyawa radikal bebas.
Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.
Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahkan, berdasarkan penelitian di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di dalam tempe. Oleh karena molekul isoflavon bersifat antioksidan maka tempe merupakan sumber pangan yang baik untuk menjaga kesehatan, selain kandungan gizinya tinggi.
Senyawa-senyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman nangka-nangkaan memiliki fungsi fisiologi tertentu. Ada dua kategori fungsi fisiologi senyawa flavonoid tanaman nangka-nangkaan berdasarkan sebarannya di Indonesia. Tanaman nangka-nangkaan yang tumbuh di Indonesia bagian barat, produksi senyawa flavanoid diduga berfungsi sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba atau antibakteri) bagi tanaman.
Sedangkan yang tumbuh di Indonesia bagian timur, produksi senyawa flavanoid berfungsi sebagai alat pertahanan (antivirus). Dengan menggunakan pendekatan fungsi fisiologi ini, uji biologi artoindonesianin dan kerabatnya dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan S. Scheller, dkk yang menguji efektifitas antikanker dari ekstrak etanol propolis (EEP) pada mencit yang diinduksi dengan ehrlich carcinoma cells menunjukkan, mencit yang bisa bertahan hidup lebih banyak setelah diberi EEP. Efek antikanker EEP terhadap Ehrlich Carcinoma cells ini berkaitan dengan kandungan flavonoid pada propolis. Flavonoid mempengaruhi tahapan metabolisme sel kanker misalnya dengan cara menghambat penggabungan timidin, uridin, dan leucin dengan sel kanker tersebut sehingga dapat menghambat sintesis DNA sel kanker. Peranan flavonoid sebagai antikanker juga diperkuat oleh eksperimen lain yang menggunakan hidrokarbon aromatic polisiklik sebagai penginduksi kanker.
Mekanisme penghambatan terhadap hidrokarbon aromatic polisiklik berkaitan dengan penghambatan stimulasi metabolik yang diinduksi oleh hidrokarbon aromatic polisiklik dan memengaruhi aktivitas beberapa sel promoter. Flavonoid ini merupakan sua tu zat yang banyak terdapat pada tumbuhan, tetapi dalam propolis berada dalam bentuk terkonsentrasi.
Dengan sistem metabolismenya, lebah membuat flavonoid dari tumbuhan itu lebih efektif. Jadi lebah seolah-olah menjadi perantara flavonoid dengan manusia dan hewan. Senyawa flavonoid yang ditemukan pada EEP antara lain betulinol, quersetin, isovanilin, galangin, isalpinin, kaemferol, rhamnetin, isohmnetin, pinocembrin, pinostrobin dan pinobaksin. Saat ini propolis tersedia dalam bentuk tablet, salep, kapsul, krim, dll. Penggunaan propolis bisa pada orang sehat maupun sakit. Pada orang sehat penggunaan propolis dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan pada orang yang sedang sakit penggunaannya bila digabungkan dengan obat sintesis bisa meningkatkan efeknya misalnya bisa meningkatkan efek penisilin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Biflavonoid. Online: http://www.scribd.com/doc/12754372/D090115AHMBifavonoidxxx, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
Hernawati. 2010. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon dari Tanaman Kedelai. Online: http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/JUR.%20PEND.%20BIOLOGI/197003311997022%20-%20HERNAWATI/FILE%2012.pdf, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoid dan Alkaloid. Online:http://www.pdf-searcher.com/SENYAWA-FLAVONOID,-FENIL-PROPANOID-DAN-ALKALOID.html, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
d. Khalkon
polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil, dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi.
Struktur khalkon
Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.
e. Auron (Cincin A –COCO CH2 – Cincin B)
Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut :
e. Dihidroflavonol
f. Dihidrokhalkon
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang penting yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia memiliki kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes.
Phlorizin merupakan β-D-glukosida phloretin. Phloretin mudah terurai oleh alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam p-hidroksihidrosinamat. Jika glukosida phlorizin dipecah dengan alkali dengan cara yang sama, maka ternyata sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-O-glukosida.
g. Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati; oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6 dihidroksiflavon (persamaan 1). Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi (persamaan 2).
Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
Flavon alam
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut. Meskipun isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya.
Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan. Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan kesehatan antara lain:
1. Anti-inflamasi
Mekanisme anti-inflamasi terjadi melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas „radical scavenging’ suatu molekul. Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga dapat meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin, haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain.
2. Anti-tumor/Anti-kanker
Senyawa isoflavon yang berpotensi sebagai antitumor/antikanker adalah genistein yang merupakan isoflavon aglikon (bebas). Genistein merupakan salah satu komponen yang banyak terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker oleh genistein, melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker payudara yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin; (2) penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II; (3) penghambatan regulasi siklus sel; (4) sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang disebabkan oleh sifat reaktif terhadap senyawa radikal bebas; (5) sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor pertumbuhan betha atau TGFβ). Mekanisme tersebut dapat berlangsung apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5μM.
3. Anti-virus
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus berlangsung.
4. Anti-allergi
Aktivitas anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut : (1) penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel „mast‟, yaitu sel yang mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin; (2) penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3‟,5‟ siklik monofast fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca; (3) berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon.
5. Penyakit kardiovaskuler
Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem peredaran darah dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para peneliti pada aspek berlainan. Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon (Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh darah (konsentrasi 5μg/ml) dan juga berpotensi menghambat, pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada pembuluh darah. Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak dihubungkan dengan sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon.
6. Estrogen dan Osteoporosis
Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehingga menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi dalam sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan reseptor estrogen (ERs) yang dapat “on/off” di bawah kendali gen pada kromosom yang disebut _-ER. Beberapa target organ seperti pertumbuhan dada, tulang, dan empedu responsif terhadap _-ER tersebut. Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan _-ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi dengan β-ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol. Dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif.
7. Anti kolesterol
Efek isoflavon terhadap penurunan kolesterol terbukti tidak saja pada hewan percobaan seperti tikus dan kelinci, tetapi juga manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tepung kedelai sebagai perlakuan, menunjukkan bahwa tidak saja kolesterol yang menurun, tetapi juga trigliserida VLDL (very low density lipoprotein) dan LDL (low density lipoprotein). Di sisi lain, tepung kedelai dapat meningkatkan HDL (high density lipoprotein) (Amirthaveni dan Vijayalakshmi, 2000). Mekanisme lain penurunan kolesterol oleh isoflavon dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol.
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin
Penggolongan Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatan
1. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini nenyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa disamping galaktosa, ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan galakturonat. Disakarida juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa, rutinosa dan lain-lain.
2. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.
3. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada OH fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai ekologi dengan habitat air.
4. Biflavonoid
Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G. biloba berupa senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-masing flavon. Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas. Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavanoid.
Gambar di atas menunjukkan struktur dasar fenol, flavanoid dan biflavanoid. Sistem cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis dinamai cincin B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan angka Romawi I dan II. Posisi angka pada masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen, posisi ke-9 dan ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan
Senyawa biflavonóid berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus, pelindung terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti hipertensi, anti pembekuan darah, dan mempengaruhi metabolisme enzim. Sebagian besar peran di atas dapat dipenuhi oleh berbagai senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies Selaginella.
Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid merupakan flavonoid dimer yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan, Gimnospermae, Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi sebagai bahan obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid banyak dihasilkan dari daun Ginkgo biloba L. dengan kandungan utama ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak dihasilkan dari biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di Eropa biflavonoid banyak dihasilkan dari herba Hypericum perforatum L. dengan kandungan utama amentoflavon. Selaginella Pal. Beauv. (Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai sumber biflavonoid. Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis biflavonoid, tergantung spesiesnya, serta memiliki sebaran yang bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan hampir di seluruh permukaan bumi.
C. Biosintesa flavonoid
Pola biosintesa pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu: pada tahap-tahap pertama biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.
Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propane berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jenis biosintesa utama untuk cincin aromatic yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propane dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil dan sebagainya.
Jalur sintesis flavonoid bermula dari produk glikolisis yaitu fosfoenol piruvat. Selanjutnya, produk tersebut akan memasuki alur shikimat untuk menghasilkan fenilalanin sebagai materi awal untuk alur metabolic fenil propanoid. Alur tersebut akan menghasilkan 4-coumaryl-coA, yang akan bergabung dengan malonyl-coA untuk menghasilkan struktur sejati flavonoid. Flavonoid yang pertama kali terbentuk pada biosintesis ini disebut khalkon. Bentuk lain diturunkan dari khalkon melalui berbagai alur dan rangkaian proses enzimatik, seperti:flavanol, flavan-3-ols, proantosianidin(tannin).
D. Identifikasi flavonoid
Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.
Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton.
Flavonoid nerupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang beraneka ragam, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur biosintesis flavonoid dimulai dari pertemuan alur asetat malonat dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon ini diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur antar ubah posisi, dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain. Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder dihidrokalkon, flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk peterokarpon dan rotenoid) dan dehidroflavonol (penurunan selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) .
Dari bentuk-bentuk sekunder tersebut akan terjadi nodifikasi lebih lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan / pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil
E. Senyawa Flavonoid Pada Tumbuhan
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit catatan yang melaporkan flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap kupu-kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut, Penyebaran flavonoid terbatas pada golongan tumbuhan dengan tingkat biovita atau yang lebih tinggi, golongan tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang asal-usulnya lebih baru dibanding golongan tumbuhan yang tidak mengandung flavonoid (500 - 3000 juta tahun), segi penting dari penyebaran flavonoid ini adalah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara takson berkaitan akan menghasilkan jenis flavonoid yang serupa.
Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid banyak terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku leguminosae.
Pada tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda mengandung senyawa flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon, C-Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.
F. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi(gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.
Pemisahan senyawa golongan flavonoid berdasarkan sifat kelarutan dalam berbagai macam pelarut dengan polaritas yang meningkat adalah sebagai berikut :
1. Flavonoid bebas dan aglikon,dalam eter .
2. O-Glikosida,dalam etil asetat.
3. C-Glikosida dan leukoantosianin dalam
butanol dan amil alkohoI.
Oleh karena itu banyak keuntungan ekstraksi dengan polaritas yang meningkat.
G. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid
1. Isolasi Dengan metanol
Terhadap bahan yang telah dihaluskan, ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1) dilanjutkan dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam. Penyaringan dengan corong buchner, lalu kedua ekstrak disatukan dan diuapkan hingga 1/3 volume mula-muIa, atau sampai semua metanol menguap dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksan atau kloroform (daIam corong pisah) dapat dibebaskan dari senyawa yang kepolarannya rendah, seperti lemak, terpen, klorofil, santifil dan lain-lain .
2. Isolasi Dengan Charaux Paris
Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol,lalu diuapkan sampai kental dan ekstrak kental ditambah air panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer lalu ditambah eter, lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan sampai kering yang kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil pemisahan ditambah lagi pelarut etil. asetat diuapkan sampai kering yang kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida. Fase air ditambah lagi pelarut n - butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan pemisahan dari kedua fase tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan ekstrak n - butanol yang kering, mengandung flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan leukoantosianin. Dari ketiga fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari komponen yang ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi koLom. Metode ini sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid dalam tanaman karena dapat dilakukan pemisahan flavonoid berdasarkan sifat kepolarannya.
3. Isolasi dengan beberapa pelarut.
Serbuk kering diekstraksi dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etano lpekat dilarutkan dalam air lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol, sehingga dengan demikian didapat tiga fraksi yaitu fraksi kloroform, butanol dan dietil eter.
ldentifikasi Dengan Reaksi warna
1. Uji WILSTATER
Uji ini untuk mengetahui senyawa yang mempunyai inti δ benzopiron. Warna-warna yang dihasilkan dengan reaksi Wilstater adalah sebagai berikut:
- Jingga Daerah untuk golongan flavon.
- Merah krimson untuk golongan fLavonol.
- Merah tua untuk golongan flavonon.
2. Uji BATE SMITH MATECALVE
Reaksi warna ini digunakan untuk menuniukkan adanya senyawa leukoantosianin, reaksi positif jika terjadi warna merah yang intensif atau warna ungu.
BAB III
PENUTUP
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga bentuk susunan C6-C3-C6. susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa Flavonoid yaitu :
a. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
b. Isoflavonoid atau 1,2- diarilpropana
c. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta.
Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosikllis dalam senyawa trisiklis.
Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
Pola biosintesis pertama kali disarankan oleh Birch, yaitu : pada tahap tahap pertama biosintesa flavonoida suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2).kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan. Cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur poliketida, yaitu kondensasidari tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat). Sehingga kerangka dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua jenis biosintes utamadari cincin aromatik yaitu jalur shikimat dan jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propana dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti pada ikatan rangkap, gugus hidroksi, gugus karbonil, dan sebagainya.
Sebagai besar senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada sutatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatanmelalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula sama seperti adisi alkohol kepada aldehida yang dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal.
Pada hidrolisa oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding dan alkohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan gentiobiosa sehingga glikosida tersebut masing-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida.
Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti eter, benzen, kloroform dan aseton.
Antioksidan alami terdapat dalam bagian daun, buah, akar, batang dan biji dari tumbuh-tumbuhan obat. Bagian tersebut umumnya mengandung senyawa fenol dan polifenol. Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri, antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan makanan, selain itu senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA akibat adanya senyawa radikal bebas.
Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.
Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahkan, berdasarkan penelitian di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di dalam tempe. Oleh karena molekul isoflavon bersifat antioksidan maka tempe merupakan sumber pangan yang baik untuk menjaga kesehatan, selain kandungan gizinya tinggi.
Senyawa-senyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman nangka-nangkaan memiliki fungsi fisiologi tertentu. Ada dua kategori fungsi fisiologi senyawa flavonoid tanaman nangka-nangkaan berdasarkan sebarannya di Indonesia. Tanaman nangka-nangkaan yang tumbuh di Indonesia bagian barat, produksi senyawa flavanoid diduga berfungsi sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba atau antibakteri) bagi tanaman.
Sedangkan yang tumbuh di Indonesia bagian timur, produksi senyawa flavanoid berfungsi sebagai alat pertahanan (antivirus). Dengan menggunakan pendekatan fungsi fisiologi ini, uji biologi artoindonesianin dan kerabatnya dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan S. Scheller, dkk yang menguji efektifitas antikanker dari ekstrak etanol propolis (EEP) pada mencit yang diinduksi dengan ehrlich carcinoma cells menunjukkan, mencit yang bisa bertahan hidup lebih banyak setelah diberi EEP. Efek antikanker EEP terhadap Ehrlich Carcinoma cells ini berkaitan dengan kandungan flavonoid pada propolis. Flavonoid mempengaruhi tahapan metabolisme sel kanker misalnya dengan cara menghambat penggabungan timidin, uridin, dan leucin dengan sel kanker tersebut sehingga dapat menghambat sintesis DNA sel kanker. Peranan flavonoid sebagai antikanker juga diperkuat oleh eksperimen lain yang menggunakan hidrokarbon aromatic polisiklik sebagai penginduksi kanker.
Mekanisme penghambatan terhadap hidrokarbon aromatic polisiklik berkaitan dengan penghambatan stimulasi metabolik yang diinduksi oleh hidrokarbon aromatic polisiklik dan memengaruhi aktivitas beberapa sel promoter. Flavonoid ini merupakan sua tu zat yang banyak terdapat pada tumbuhan, tetapi dalam propolis berada dalam bentuk terkonsentrasi.
Dengan sistem metabolismenya, lebah membuat flavonoid dari tumbuhan itu lebih efektif. Jadi lebah seolah-olah menjadi perantara flavonoid dengan manusia dan hewan. Senyawa flavonoid yang ditemukan pada EEP antara lain betulinol, quersetin, isovanilin, galangin, isalpinin, kaemferol, rhamnetin, isohmnetin, pinocembrin, pinostrobin dan pinobaksin. Saat ini propolis tersedia dalam bentuk tablet, salep, kapsul, krim, dll. Penggunaan propolis bisa pada orang sehat maupun sakit. Pada orang sehat penggunaan propolis dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan pada orang yang sedang sakit penggunaannya bila digabungkan dengan obat sintesis bisa meningkatkan efeknya misalnya bisa meningkatkan efek penisilin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Biflavonoid. Online: http://www.scribd.com/doc/12754372/D090115AHMBifavonoidxxx, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
Hernawati. 2010. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon dari Tanaman Kedelai. Online: http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/JUR.%20PEND.%20BIOLOGI/197003311997022%20-%20HERNAWATI/FILE%2012.pdf, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoid dan Alkaloid. Online:http://www.pdf-searcher.com/SENYAWA-FLAVONOID,-FENIL-PROPANOID-DAN-ALKALOID.html, diakses tanggal 30 Oktober 2010.
lengkap banget gan, sip.
BalasHapusflavonoid memiliki banyak sekali manfaat untuk kesehatan dan kita bisa gampang mendapatkannya melalui buah-dan sayur.
:-)